Kemarin
kubilang ‘Sunday, cepatlah berlalu, Sunday, cepatlah berlalu, Sunday, cepatlah
berlalu’. Terus saja seharian itu kukatakan begitu. Aku rasa lebih baik aku
tidur saja, berhibernasi untuk sehari kemarin. Harusnya Sunday kemarin tidak
ada dan langsung melaju ke hari ini. Sunday, Sunday, Sunday, Sunday, aku ingin
kamu cepat berlalu. Tapi tidak, rupanya hal seperti itu tidak bisa terjadi. Dan
akupun tetep melewati Sunday.
Malam
tadi, aku tidur di kontrakan temanku yang juga bernasib sama denganku. Sunday, cepatlah berlalu. Kami sama-sama
ingin melewati hari tanpa Sunday kemarin. Bertemu dengan teman seperjuangan dan
saudara senasib, kamipun saling diam karena sama-sama sedang bersedih harus
melewati Sunday di Jogja. Ya, sebenarnya permasalahannya adalah kami masih ada
di Jogja.
Harusnya kami di kampung halaman bersama teman kami yang lain, yang juga bernasib sama. Sunday, cepatlah berlalu. Tapi, bagi mereka, Sunday adalah hari yang mereka tunggu-tunggu untuk segera dilalui. Tapi bagi aku dan temanku tadi malam, Sunday adalah hari yang seharusnya tidak kami lalui, di Jogja.
Harusnya kami di kampung halaman bersama teman kami yang lain, yang juga bernasib sama. Sunday, cepatlah berlalu. Tapi, bagi mereka, Sunday adalah hari yang mereka tunggu-tunggu untuk segera dilalui. Tapi bagi aku dan temanku tadi malam, Sunday adalah hari yang seharusnya tidak kami lalui, di Jogja.
Seharian
kemarin aku pergi dari rumah tanteku jam setengah 10 pagi. Tujuanku adalah kampus. Entahlah, apa yang
ingin kulakukan di kampus. Baru saja ingin berbelok ke tempat parkir, seseorang
menelponku. Itu temanku yang ada di kampung halaman yang sedang berjuang
menghadapi Sunday dengan senang. Tidak sepertiku.
“Ema,
kamu dimana e?” tanyanya.
“Di
kampus.”
“Hm..Gak
jadi pulang ta kamu?” pertanyaan itu membuatku remuk dan seketika itu juga aku
siap menangis memasuki halaman parkir.
“Gak.”
“Kenapa?”
“Gak
kenapa-napa.”
“Ow..
banyak yang nyariin kamu tuh.” Bagus. Kata-kata yang tepat untuk jadi alasan
aku benar-benar menangis sekarang. Bagus.
“Hm..”
“Kamu
kenapa e? Gak crewet kayak biasanya…”
“Gak
papa.” Aku benar-benar sudah menangis.
“Hm..
Yaudah ya.”
“Ya.”
Klik.
Telepon mati.
Kututup
kaca helm ku, aku menangis menutupi mulutku, berharap hanya mataku yang
terlihat dan tidak ada yang sadar bahwa aku sedang menangis di atas motorku.
Aku benar-benar tidak bisa berhenti menangis. Kalimat itu terus saja terngiang
di pikiranku. ‘banyak yang nyariin kamu
tuh’.
Harusnya
aku pulang. harusnya aku pulang. harusnya aku pulang. terus saja itu yang
kukatakan. Terus saja kalimat itu yang kutangiskan. Sunday, cepatlah berlalu.
Aku benci di sini. Harusnya aku pulang.
Aku
pergi dari tempat parkir dan melaju entah ingin kemana. Dan entah bagaimana aku
memutuskannya, tiba-tiba aku duduk di hall
rektorat kampusku. Duduk di sana, membuka laptop dan menyambungkannya pada wifi kampus.
Ku-sms temanku yang senasib denganku. ‘Icun, aku pengin pulang.. tau tempat nangis
yang enak ndak?’
‘Nonton film sedih-sedih aja mben nangis.’
jawabnya. Aku diam saja. Aku tau dia senasib dengaku.
Aku
memang ada tugas yang harus kukumpulkan besok, tapi sebenarnya tugas itu kubawa
kerumahpun bisa, kutinggal pulang dan bersama teman-temanku di kampung halaman
juga bisa, sambil membantu mereka. Tapi kenapa aku masih saja stuck di Jogja dan berharap Sunday cepat
belalu. Hampir membunuhku. Akhirnya kualihkan pikiranku ke sana. Kukerjakan
tugasku dengan bantuan wifi kampus.
Sambil searching hal-hal lain yang
tidak penting yang cukup membuatku tertawa sedikit. Hanya sedikit. Dan sedikitpun
aku tidak lupa bahwa waktu itu adalah Sunday. Huh, aku ingin menangis lagi.
Biarkan. Ayo, lupakan Sunday. Lupakan. Sudah banyak yang membantu di sana.
Gak ada satu orang gak
memperngaruhi kok. Kata ketuaku.
Ya,
aku harus berpikir begitu dan menganggap kehadiranku di sana juga tidak akan
mengubah apapun. Ya, itu benar. Tidak masalah kalau aku tidak pulang dan tidak membantu
mereka. Karena ketidakhadiranku tidak akan mempengaruhi mereka. Hmm..bagaimana
dengan ‘Banyak yang nyariin kamu tuh’.
Oh, itu cuma tanya aku di mana dan kenapa tidak hadir, padahal kemarin masih di
kampung halaman. Ya, mereka tidak sedang berharap aku di sana untuk sebuah
bantuan. Karena gak ada satu orang gak
mempengaruhi kok. Hhmm…aku lanjutkan mengerjakan tugasku yang harus
dikumpul besok.
Dari
siang tadi, akhirnya aku memutuskan pulang. Waktu itu jam 6 sore, sudah magrib.
Aku tidak pindah tempat dan terus di hall
rektorat kampusku. Tidak makan, tidak minum, hanya nyemil kripik menyok.
Ku
sms teman senasibku lagi, ‘Dek, maem di
luar?’
‘Gak mbak,
dompetku lagi cupu.. jadi tidur tempatku?’
‘Huum, bentar tak ngapa-ngapain dulu dikos
ters ke tempatmu’
‘Aku bikin omlet.. dah maem belum, Mbak?’
‘Belum, tak bawain beras ta? Dikosku banyak
beras’
‘Gak usah, Mbak, ini ada beras kok’
Kurasa,
aku sedang meratapi nasib. Tidak tau mau apa. Tidak tau mau melakukan apa.
Tidak tau mau kemana. Tidak tau ingin kemana. Tidak tau, benar-benar tidak tau
kenapa aku tidak pulang saja??!!
Dan
Sunday hampir berlalu, ketika aku sampai di kontrakan teman senasibku itu.
Waktu itu jam 8 malam. Huh, cepatlah tidur. Dan aku mengharapkan hari ini
datang. Ternyata aku tidur jam 3 pagi. Mungkin juga karena kopi yang kuminum
dan memang karena aku masih bergulat dengan laptopku. Sebelum tidur, kubuka
album foto di laptopku yang kuberi nama ‘IMAGO’. Ada ratusan foto di sana
dengan folder yang berbeda-beda semua, kubuka satu persatu dan aku tersenyum.
Kataku, bagaimana hari ini? Lancarkkah?
Aku harap kalian tau kalau aku benar-benar ingin pulang dan menangis di sini
karena tidak bisa bersama kalian. Aku tidur.
Dan
hari ini datang. Aku kembali ke kampus lagi, bukan untuk mengerjakan tugas atau
wifi an, tugasku sudah kukirim tadi
malam. Hari ini, karena aku masih di Jogja, aku KRS-an saja, bertemu dengan
dosenku. Harusnya KRS-an pun bisa kulakukan setelah aku pulang kampung dan
kembali ke Jogja. Harusnya KRS-an bisa kulakukan tanpa meninggalkan mereka di
kampung halaman. Tapi entahlah. Apa yang sebenarnya kulakukan di Jogja, aku
benar-benar tidak tau. Dan aku langsung menyesal ketika itu juga. KENAPA AKU
TIDAK PULANG SAJA????????????????
Sunday,
kembalilah. Aku ingin pulang…..!!!!!!
Hari
berlalu sampai sore aku baru kembali ke kos dengan basah kuyup karena hujan.
Aku tidur mana malam ini? Aku masih tidak mau tidur kos. Ada sms, ternyata
temanku yang di kampung halaman ada yang sudah sampai ke Jogja. Aku ke
kontrakannya sesegera mungkin. sebenarnya untuk memberikan kunci motornya yang
kubawa. Tapi juga berharap semoga perasaaan menyesalku bisa berkurang. Rupanya
tidak. Baru saja kita bertemu, dia bercerita “Acaranya gagal, Mbak”
Tuhan,
kumohon kemabalikan Sunday, dan biarkan aku pulang!!! Kumohon, Tuhan.
Kumohon!!!!!
“Emang
kenapa?” tanyaku sudah menahan tangis. Kurasa wajahku tidak berbentuk sama
sekali, datar dan entahlah, mungkin juga menyebalkan.
Tapi
bukan jawaban yang ku dapat dari pertanyaanku. Temanku itu malah berteriak “EH,
LJK NYA KETINGGALAN…!!!” yang selanjutnya adalah dia mengambil handphone-nya
dan menelpon ke sana ke sini. Tidak
nyambung. Tidak diangkat. Tidak aktif. Gagal. “LJK NYA KETINGGALAN DI TRAVEL,
MBAK…!!!! Aduuuhh aku kelupaan… Tadi aku bareng Isas sama Revi. Revi pasti
belum turun kontrakannya. Duuhh Revi gak bisa dihubungi…!!”
Aku
bingung.
Teman
kontrakannya ada yang muncul “Mbak Ema, laper.” Pembicaraan yang diluar
kepanikan.
“Aku
juga, dek, belum makan dari tadi pagi.”
“Maem
yuk.”
Kenapa
aku pergi makan dan meninggalkannya kebingungan dengan LJK yang ketinggalan?
Ah, tidak apa-apa, toh aku meamng kelaparan belum makan dari tai pagi. Selama
makan, meskipun aku diajak berbicara, aku terus sibuk dengan handphone-ku
mencoba sms Isas dan Revi untuk minta
bantuan menghubungi travel yang mereka naiki. Ketika aku kembali ke kontrakan,
anak tadi tidak ada.
“Lha,
Dek Nor kemana?”
“Pergi
ke agen sama Mbak Icun.” jawab adiknya Dek Nor.
Teman
yang makan denganku langsung pergi ketika sampai di kontrakan. Dia pergi
mengajar, les, dan aku duduk dengan adiknya Dek Nor. Baru sebentar duduk, Dek
Nor dan Icun sampai di kontrakan.
“Besok
pagi, Mbak, katanya.” cerita Dek Nor ketika masuk kamarnya dan melihatku
duduk-duduk di sana. Dia terlihat lemas. Tentu saja, bagaimana tidak lemas, LJK
Try Out anak-anak SMA se-Bojonegoro tertinggal di Travel padahal belum di
koreksi dan pertanggungjawabannya ke Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.
Rupanya
sms-ku ke Isas cukup berguna, dia
mendapatkan nomor supir travel dan Dek Nor langsugn menghubungi nomor itu.
Sambil menghubungi lewat telpon dan sms, dia bercerita panjang padaku, tentang
Sunday. Cerita itu membuaku benar-benar menyesal dan ingin pulang. Sunday,
bisakah kamu kembali?? Aku janji tidak akan mengusirmu dari hariku dan akan
teramat sangat kulalui dengan bahagia sekali kalau kamu kembali dan
membiarkanku pulang. Tapi tidak. Sudahlah, Sunday sudah terlanjur berlalu. Aku
tidak bisa apa-apa lagi.
Di
kamar Dek Nor, kami bercerita tentang banyak hal. Tentang Sunday, tentang
sinetron di tivi yang sedang kami tonton bersama, tentang ‘tetanggane Mas Mugi’ yang sedang smsan dengan Icun, tentang guyonan-guyoanna lainnya. Tawaan malam ini
cukup menghiburku. Cukup membuatku sedikit, sangat sedikit, lega. Tapi juga tidak
sedikitpun aku lepas memikirkan Sunday yang sudah terlanjur berlalu.
Akhirnya
supirnya memberi jawaban. Aku dan Dek Nor langsung pergi ke gudang travel untuk
mengambil LJK yang ketinggalan. Sekarang jam setengah 11 malam. Kita pergi ke
Ring Road Barat dari Jalan Gejayan dan kembali jam setengah 12 dengan membawa
kresek kuning berisi LJK yang ketinggalan. Hm.. setidaknya aku membantu
pekerjaan kalian pasca Sunday.
Kupikir,
baiklah, Sunday sudah terlanjur berlalu. Kuharap aku bisa membantu kalian pasca
Sunday. Sampai nanti hari evaluasi Sunday datang.
Sunday,
kembalilah.
Fithria Nur Halimah
Selasa, 4 Februari 2014
Di GK I lt. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar